ENGLISH       INDONESIA

Jumat, 03 Juli 2015

9 Fakta Puasa Ramadhan Hanya Akal - akalan Muhammad (II)


Fakta-5. Muhammad yang ummi tersesat dalam istilah Ibrani. Allah diam saja.

Ternyata Nabi yang ummi (buta huruf) hanya melek membual kepada sesama yang ”ummi” hingga sekarang.

Hadist mencatat bahwa Nabi ikut-ikutan puasa Ashura dikalangan Quraisy (10 Muharram), dan juga ikut-ikutan dengan “puasa Musa” yang dianggap bertanggal 10 pula, yang dilaporkan sebagai “Ashura” pula. Bagaimana kekacauan ini mungkin terjadi? Ternyata memang ada puasa Yahudi yang paling terkenal dengan nama puasa Yom Kippur pada hari ke- bulan Tishri pada penanggalan Yahudi. Kesamaan satu-satunya dari kedua puasa tadi hanyalah terletak pada “Hari ke-10”, yang berarti “Ashura” dalam bahasa Arab, dan “Assara” dalam bahasa Ibrani!  Nah, “Assara” inilah yang agaknya ditangkap Nabi ummi sebagai Ashura”!


Puasa Yom Kippur tak ada kaitannya sama-sekali dengan puasa pagan di bulan ‘Muharram’. Tetapi inilah ketersesatan Muhammad yang buta huruf yang sudah jauh masuk kedalam alur akal-akalan penetapan puasanya, yang tidak dipermasalahkan oleh Muslim sedikitpun. Muhammad tentu tidak berkenan dengan Ashura Quraishy yang pagan, dan lebih memujikan puasa Ashura Yahudi yang dianggap “non-pagan”, satu dan lain hal karena ini lebih dianggap lebih shahih karena berkaitan dengan adanya Kitab, adanya nabi-nabi Allah yang dikaguminya, yang dirinya sendiri sedang memimpikan menjadi seorang nabi pula,

“Diriwayatkan Abu Musa: Hari 'Ashura' dianggap sebagai 'Hari Id’ oleh kaum Yahudi. Maka Nabi memerintahkan, “Aku memujikan kepada kalian (Muslim) untuk berpuasa pada hari ini.” (Bukhari 3.31.No. 223)

Nah, dalam benak Muhammad, beliau memujikan dan memerintahkan puasa “Ashura Hari Id Yahudi” (Yom Kippur) itu dengan pengertian bahwa harinya adalah 10 Muharram yang sama dengan puasa orang-orang Quraisy (dan itulah yang di-sunnahkan Islam sampai sekarang ini).  Padahal hari Ashura (10 Muharram) itu bukan harinya Yom Kippur yang dikira “Ashura’ hari Id-nya Yahudi. Penanggalannya beda. Tanggal 10 bulan Tishri misalnya jatuh pada tanggal 14 September tahun 2013 ini, sedangkan puasa Ashura pagan 10 Muharram jatuh pada tgl 24 November 2013. Begitu pula tata ibadah Yom Kippur juga berbeda, karena pokok ibadahnya terpusat pada pengampunan dan penebusan dosa, dimana puasa berjalan selama sehari-semalam non-stop, bukan menggeser jam makan siang ke jam malam. Kenyataannya menjadi serba tambal sulam, serta kacau yang tak terselesaikan!



Fakta-6.  Puasa Ramadhan lahir dari kemarahan Muhammad dengan dasar alasan yang ngawur.

Perintah wajib berpuasa Ashura yang sudah dijalankan Muslim bersama Muhammad sejauh itu bukanlah puasa Islamik yang datang dari pencerahan atau otoritas Allah. Itu hanyalah sebentuk plagiat terbuka untuk merangkul sana (Quraishy) dan sini (Yahudi). Puasa ini sudah terlanjur dipraktekkan secara publik, namun tidak dihargai apalagi dikalangan Yahudi yang sempat dihina terlebih dulu oleh Muhammad dengan berkata, “Kami lebih berhak dengan Musa ketimbang kalian.” Kaum Yahudi yang lebih tahu tentang agamanya justru mengolok-olok semua rekayasa dan bualan Muhammad. Mereka menolak kenabiannya. Menyatakan tidak ada utusan Tuhan yang mengangkat kenabiannya. Mesias yang ditunggu-tunggu juga tidak berciri seperti Muhammad. Ajarannya beda – rohnya beda. Mujizat Muhammad tidak ada, tak bisa diperlihatkannya. Dia dituduh pendusta, karena namanya tidak tertulis dalam Taurat. Kiblat shalatnya plagiat ke Yerusalem dengan ritualnya yang aneh. Dan kini puasanya kok hasil tiruan Hari Id Yahudi secara mendadak…

Semua penelanjangan Yahudi ini membuat Muhammad hilang muka dan penuh amarah. Ia tak mampu berdebat dengan bukti-bukti. Maka dalam kehilangan harga diri yang sebegitu mendalam sehingga ia memendam dendam yang kekal terhadap Yahudi. Sebagai respon kemarahannya, arah kiblat shalat pun segera dialihkannya balik ke Ka’bah Mekah. Taurat mulai dituduhnya palsu. Puasa “Ashura” (10 Muharram) yang sempat dianutnya juga harus digantikan. Dan dia mulai menghina dan menjahati Yahudi dengan menyebut mereka sebagai tikus, babi dan monyet. Inilah yang menandai permusuhan yang kekal dari Muslim terhadap Yahudi.

Allah mengikuti apa mau Nabinya yang penuh amarah. Maka dekritNya diturunkan untuk menciptakan landasan baru berpuasa yang “asli ilahiah”, bukan yang plagiat-plagiatan, dan inilah dia,

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.2:183-184).

Namun segera terlihat bahwa justru DASAR perintah besar dari langit itu mengandung kesalahan fatal. Muhammad cuma melihat bahwa kelompok-kelompok masyarakat tertentu (seperti Quraisy, Sabean, Yahudi dan Nasrani) ada melakukan puasa, lalu berkesimpulan secara salah seolah-olah umat-umat tersebut juga telah diwajibkan oleh Tuhannya masing-masing untuk berpuasa sama, dan kini ditibakan giliran bagi orang Muslim. Inilah DASAR yang salah karena berdasarkan sebuah spekulasi Muhammad yang ngawur!  Ini memberi implikasi seolah perintah langit juga mencakup seluruh umat secara sama.

Sementara Muhammad tidak tahu, namun orang orang lain tahu bahwa puasa orang Kristen misalnya tidak pernah diwajibkan oleh perintah Yesus. Tema puasanya juga tidak sama. Yesus sendiri memang berpuasa satu kali saja secara teramat khusus (40 hari - 40 malam tanpa makan minum), namun tidak memerintahkan murid-muridNya untuk berpuasa menurut waktu/bulan khusus.  Malahan murid-murid-Nya pernah dikritik karena tidak berpuasa, dan Yesus membela mereka dengan berkata: “Selama mempelai itu (Yesus) bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa” (Markus 2:19, 20).

Jadi bagaimana sebuah wahyu yang salah pada dasar pendalilannya dapat berasal dari Allah yang Mahatahu dan Mahabenar? Bagaimana sebuah hukum tiang ibadah Islam dapat dihasilkan dari kemarahan-kemarahan nabiNya?



Fakta-7. Allah masa-bodo terhadap Puasa Ashura yang diprakasai oleh NabiNya.

Lucu bahwa Allah memberi dasar alasan yang salah (telah diperlihatkan diatas) untuk mewajibkan puasa Ramadhan kepada umatNya. Tapi lebih lucu lagi bahwa Allah hanya menurunkan kewajiban baru dalam ayatNya (QS.2:183) itu TANPA sedikitpun menyinggung bagaimana nasibnya puasa Ashura yang telah diwajibkan oleh NabiNya yang sebelumnya! Memang Muhammad telah bertindak lancang mewajibkan puasa Ashura secara dadakan tanpa konsultasi dengan Allahnya. Dan itu sudah terjadi dan berlaku. Jadi, apakah sebagai balasan Allah yang mungkin kecewa, maka kini Ia masa bodo dan berdiam diri? Atau tidak mau tahu? Bukankah seharusnyalah Allah juga sekaligus menetapkan bagaimana nasib atau status baru bagi puasa Ashura yang sedang berlaku itu sebelum dihadirkan puasa Ramadhan? Bukankah penggantian arah kiblat shalat juga telah Allah tuntaskan status lamanya yang dinyatakan putus arang, TAK BERLAKU lagi? (QS 2:142-145)

Tapi kini Muhammad tidak mendapat petunjuk tentang nasib puasa Ashura. Muhammad kembali harus berakal-akalan, dan akhirnya menetapkan sendiri secara rancu bahwa bulan Ramadhan sebagai bulan wajib puasa, sedangkan puasa Ashura ditinggalkan.

Diriwayatkan oleh Ibn 'Umar: Nabi menunaikan puasa pada 10 Muharram ('Ashura),dan memerintahkan (Muslim) untuk puasa pada hari itu, tetapi ketika puasa pada bulan Ramadhan ditetapkan, maka puasa 'Ashura' ditinggalkan”  (Bukhari 31.no 116).

Diriwayatkan Aisha bahwa Rasul Allah telah memerintahkan untuk melaksanakan puasa (Ashura) sebelum mewajibkan puasa dibulan Ramadhan. Setelah mewajibkan itu, maka barangsiapa yang mengingininya biarlah ia berpuasa pada hari Ashura, dan barangsiapa yang tak ingin biarlah ia menanggalkannya” (Hadis Muslim 6 no. 2502).

Disini kita menyaksikan betapa Muhammad membodohi umat Arabnya yang mau dibawa berputar-putar untuk melaksanakan puasa pagan, puasa ahli kitab (yang salah kaprah dibenak Muhammad), hingga mengesahkan sebuah “puasa-ilahiah” (yang terus salah), sambil mengebiri Ashura yang kelak dianggap berbau Yahudi-Nasrani. Kini hukumnya puasa Ashura dari wajib menjadi sunnah, dan puasa Ramadhan-lah yang bersifat wajib.



Fakta-8.  Menghadapi puasa Ashura yang belum tuntas, Muhammad bingung dan guilty-feeling.

Akan tetapi dalam diri Muhammad, kini terjadi semacam pertentangan antara  rasa “rindu” dan “benci” terhadap puasa Ashura. Ini mungkin sebuah “rasa bersalah” (guilty feeling) yang mendalam terhadap tindak plagiat DAN pengebirian puasa Ashura yang dulu diperintahkannya. Hati Nabi ternyata masih getol (rindu) melakukan puasa Ashura disamping puasa Ramadhan lebih daripada hari puasa lain manapun.

Diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas: “Saya tak pernah melihat Nabi begitu getol memilih hari untuk berpuasa selain hari ini, yaitu hari 'Ashura', atau bulan ini, yaitu bulan  Ramadhan” (Bukhari 3. 31.no.224).

Bahkan hingga kepada setahun sebelum wafatnya,  puasa Ashura ini ditunaikannya, sehingga beliau mendapat sejumlah kritikan dari para sahabatnya karena dianggap berbau “Ahli-Kitab”. Ketegangan ini memaksa beliau untuk lebih membuat jarak terhadap puasa Ashura, sehingga mengharuskannya untuk berakal-akal lagi memperkenalkan jenis puasa baru lagi (!) – apa yang kini disebut “puasa hari Tasu’a”-- demi meninggalkan hari Ashura itu lebih jauh lagi,

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa padanya, mereka menyampaikan [keluhan], ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.’ Lalu beliau saw bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun depan insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan’. Dan belum tiba tahun yang akan datang, namun Nabi saw sudah wafat.” (HR. Muslim, no. 1916).

Rasulullah saw bersabda: “Puasalah kamu pada Hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqy r.a.)

Kedua Hadist ini menjelaskan betapa beliau sudah mempraktekkan puasa Ashura 10 Muharram itu dengan setia selama bertahun-tahun sampai akhir hidupnya, walau sudah TIDAK DIGUBRIS oleh Allah. Tetapi karena kritikan para sahabatnya yang tidak senang melihat Nabinya memplagiati Yahudi dan Nasrani, maka beliaupun mengambil jalan pintas yang bertujuan untuk menyelisihi kebiasaan puasanya Yahudi dan Nashrani! Dan dia menyatakan niatnya untuk “mendandani” Ashura lagi dengan puasa baru yang kini oleh para ulama terkenal sebagai puasa hari Tasu’a, hari ke-9 Muharram, sehari sebelum hari Ashura. Tetapi sambil menganak-tirikan sehari sesudahnya, yaitu 11 Muharram yang tanpa diberi nama apa-apa baginya, mungkin karena tidak yakin akan keshahihan hadits yang terakhir!

Dan ternyata sampai disinilah Allah harus menghentikan niat Muhammad untuk “meng-otak-atik” lebih jauh serentetan penetapan puasa sebagaimana yang telah diperbuatnya berturut-turut! Namun para pengikut Muhammad ramai-ramai menghidupkan “niat dan wacana insya Allah” ini (Tasu’a) seolah-olah sudah merupakan sebuah praktek yang sudah ditunaikan oleh Nabinya. Di sunnahkan dengan nama puasa hari Tasu’a dan dijejerkan dengan Ashura!

Pertanyaannya, apakah betul sang Nabi kelak akan mendekritkannya sebagai sunnah puasa tambahan terhadap Ashura, andaikata beliau tidak keburu mati? Apakah niat Muhammad ini bisa dipegang? Muslim tentu ngotot mengiakan. Bukankah ia bergelar Al-Amin? Namun lihat,  betapa banyaknya akal-akalan yang direkayasakannya hanya untuk puasa saja. Dalam detik-detik terakhir yang terpepet, dia selalu bisa membuat Allahnya untuk menurunkan “ayat pamungkas” yang membebaskan dia dari hukum yang sedang berlaku (seperti kawin lebih dari 4 istri, kawin dengan istri anak angkatnya Zaynab, perang di bulan Haram dll). Muhammad bahkan bisa batalkan puasa sesukanya tanpa perlu memberikan alasan atau harus menjaga keteladanan dan integritas seorang Nabi!

Riwayat Aisyah, bahwa suatu hari Nabi saw datang kepadanya dan bertanya, “Apakah kalian punya makanan?” Lalu saya jawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa”. Lalu siang harinya beliau datang kembali. Saya katakan, “Wahai Rasulullah, kami mendapatkan hadiah hais (makanan dari kurma dan tepung)” Beliau berkata, Bawa kemari, padahal aku sebenarnya berpuasa semenjak pagi.’ Lalu beliau memakannya.”
(HR. Muslim).

Pertanyaan serius: Masih jadi Al-Amin kah dia?



Fakta-9. Siapa bilang Ramadhan adalah bulan paling suci umat Islam?

Semua Muslim akan bilang begitu. Sayangnya tak satupun Muslim yang bisa memperlihatkan bahwa Quran ada menyebutkan begitu! Quran mencatat ada 4 bulan haram dan itu tidak termasuk bulan Ramadhan. Bulan-bulan Haram menurut Quran adalah bulan yang disepakati Allah dan tradisi Arab Jahiliah untuk tidak boleh ada didalamnya peperangan dan penyerangan. Itulah bulan-bulan Muharram, Rajab, Dzul Qaidah, Dzul Hijjah (QS.9:36, 37; 2:197, 217; 5:2; 9:2-5; Shahih Bukhari 4:419).

Namun Muhammad justru memperkosa kesucian bulan-bulan haram itu dengan pelbagai penyergapan, penyerangan dan peperangan terhadap kafilah kafilah ataupun musuh-musuhnya yang dicap pagan. Antara lain penyergapan caravan Mekah di Nakhla dibulan Rajab, dimana Abdullah bin Jash dan gang nya sengaja mencukur botak rambut mereka demi mengelabui para rombongan caravan seolah gang ini orang baik-baik yang pulang dari umroh di Ka’bah, bukan kawanan perampok. Para pengawal caravan percaya akan tipu muslihat ini, dan mereka menderita akibatnya. Dan Muhammad menyetujui semua tipu-daya ini!

Atas kejadian itu, orang-orang Quraisy berkata, “Muhammad dan teman-temannya telah melanggar bulan haram, mereka menumpahkan darah, menjarah barang dan menawan orang-orang. Muhammad menyatakan bahwa ia taat mengikuti Allah, meski ia adalah yang pertama melanggar bulan suci dan membunuh! (Ibn Ushaq, p.288). Dan Allah dibuat oleh nabiNya untuk menurunkan ayat yang membenarkan tindak pelanggaran Muhammad:

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:

"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh…” (QS 2:217).

Sejak perintah itulah maka berperang, merampok dan menumpaskan darah orang dibulan-bulan haram telah dipersetankan Muhammad dan konco-konconya. Semuanya cuci tangan dengan mengembalikan kotorannya secara SAH kepada Allah.

Maka sejarah Islam bergulir mencatat seterusnya hal yang sama. Lihat perang Badr, dimana Muhammad dengan 300 pejuangnya menyerang caravan pagan pada tanggal 17 Ramadhan 2H. Yaitu terjadi persis pada 23 hari sesudah diturunkan wahyu yang mewajibkan “puasa suci” Ramadhan. Dan itu adalah puasa Ramadhan yang pertama dalam kalender Islam, yang “dianggap sebagai bulan suci” menurut versi baru yang ditetapkan oleh mereka sendiri.

Seterusnya kita juga diberitahu bahwa Muhammad lagi lagi merencanakan penyerangan untuk menaklukkan Mekah “dibulan suci”Ramadhan pada tahun 8 H. Dan kota itu ditaklukkan pada hari ke-20 bulan Ramadhan! Sungguh tak ada tindak penghormatan Muhammad dkk terhadap perintah Allahnya untuk menguduskan bulan-bulan suci. Padahal sudah dikatakan: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar!” Apalagi Nabi menambahkan sendiri bahwa setan-setan dan kejahatan akan dibelenggu dibulan SUCI Ramadhan:

“Ketika bulan Ramadhan mulai, maka terbukalah pintu-pintu Firdaus, dan pintu-pintu neraka akan tertutup, dan para setan akan dirantai” (Bukhari 4:497), …

Kini apanya yang suci? Pintu-pintu neraka apa yang tertutup? Dan para setan mana yang akan dirantai? Semuanya terbalik dan menyimpang dari slogan indah penyair ulung Muhammad yang “menghalalkan semua tipu-daya” asal demi Islam! “War is deceit” (HR Bukhari). Lihat kekerasan, intrik, serangan, dan pembunuhan yang terjadi dibulan-bulan suci Ramadhan diseluruh dunia. Atau kekerasan FPI mengobrak-abrik restoran dan rumah-rumah yang dianggap tidak sesuci dirinya. Cek satu persatu di internet, a.l. seperti:

www.answering-islam.org/authors/clarke/ramadan_deaths.html
www.thereligionofpeace.com/attacks-2012.htm
Semua kembali ke asal, yaitu menirukan Nabinya yang telah memilih bulan Ramadhan sebagai bulan tersuci dan menslogankannya sampai ke langit, tetapi yang melanggarnya sendiri dengan mengotorinya dengan kekerasan, nafsu dan darah.



AKHIR KATA

Masih banyak sekali fakta dan alasan shahih untuk berkata bahwa puasa (Ramadhan) hanyalah sebagian dari rentetan rekayasa dimana Muhammad sungguh berani mengklaim dan memanfaatkan nama Allah, disamping nama Musa. Sampai berani berakrobat dan berplagiat, semula berusaha merangkul hati para Ahli Kitab, namun berakhir dengan penolakan disana dan dendam kesumat disini!

Nama Daud juga dibualkan Muhammad dalam “Puasa Daud” yang dianggapnya paling top. Ia berkata, “Tidak ada puasa diatas puasa Daud” (HR Bukhari). Tapi jelas Muhammad tidak tahu apa isi kitab Zabur, kecuali berani klaim saja. Maka Puasa-Daud versi Muhammad (yaitu selang-seling hari ini berpuasa, dan besok tidak berpuasa) segera menjadi lelucon tersendiri, karena puasa demikian tidak pernah eksis dimanapun.  Sebaliknya puasa yang paling top justru tidak disebut Muhammad, karena ia tahu ia tak mampu berpuasa 40 hari-40 malam penuh non-stop, seperti Musa dan Yesus! Seharusnya, bilamana Islam dianggap merupakan kepanjangan pewahyuan Taurat dan Injil, maka Muhammad – yang dianggap nabi terbesar dan terakhir, juga perlu berpuasa sama seperti Musa dan Yesus (puasa Al-Wisal, Keluaran 34:28, Matius 4:2, Lukas 4:2). Apalagi Muhammad telah ber-sesumbar tentang kedekatannya dengan Musa dan Isa, sebagai sesama “kelompok nabi elit” yang kepadanya diturunkan Kitab-kitab Allah.

Namun kenapa Muhammad justru tidak mampu menjalani puasa tingkat tinggi ini. Ia bahkan dipermalukan oleh 'Abdullah b. Amr yang ternyata lebih mampu! (Hadis Muslim no.2603).

Klaim kedekatan Muhammad terhadap Musa, “Kami lebih berhak dengan Musa ketimbang kalian” sungguh bombastis! Buktinya roh Musa tidak ke Arab mengunjunginya, namun justru mengunjungi/sowan Yesus di Israel (dengan disaksikan para murid-Nya, Matius 17:3). Sebaliknya Musa maupun Yesus mendamprat siapapun yang mencoba menjejerkan dirinya dengan mereka tanpa izin. Apalagi orang tersebut mengarang dusta bahwa kitab Musa dan Injil Yesus telah menorehkan namanya “Ahmad” sebagai nabi yang akan datang (QS 7:157).

Lihat Kitab Taurat Ulangan 8:20-22 dimana Musa sudah menubuatkan kematian yang kekal –sekali lagi: kematian kekal – bagi seorang nabi palsu yang terlalu akal-akalan dengan berbismillah, dan berdusta memanfaatkan namanya. Demikian pula Yesus (berduet dengan Musa) juga mengecam para Farisi/ahli Taurat, dan kini tertuju sama kepada Muhammad karena klaimnya. Yesus berkata: “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa” (Matius 23:2).

Lebih jauh, Muhammad juga mengklaim kedekatannya yang teramat khusus dengan Isa anak Maryam. Sesumbarnya sampai mencakup seluruh alam dunia dan alam akhirat (!), dengan berkata: “Saya yang lebih dekat dengan Isa anak Maryam di dunia dan di akhirat.” (Shahih Bukhari 1501)

Perhatikan! Disini roh dusta “bapa segala dusta” yang dituding oleh Yesus (Yohanes 8:44) tampil dan berjumpa dengan “Khairul Makiriin”, Penipu Terlicik yang diakui sebagai Allah di Quran (3:54). Sebab Yesus justru telah menunjuk lurus kepada para Ahli Taurat -- dan kini sama kepada Muhammad -- dan berkata: “Aku adalah Anak Elohim”, bukan Isa anak Maryam! (lihat Yohanes 10:36)

Sungguh, Muhammad telah mendapat tamparan balik dari Musa dan Yesus yang menolak didekati olehnya. Penampakan Roh Yesus dan Musa ini kiranya turut membuka mata Muslim untuk mampu melihat bahwa perjalanan puasa Islamik serta kekacauan pengembangan yang akal-akalan yang kusut tak ketemu ujung itu, telah memberikan gambaran betapa kampungannya sebuah “puasa Ilahiah”. Padahal hukum Tuhan Semesta Alam seharusnya mulia, kudus, lurus dan berwibawa, bukan berputar-putar dalam kusutnya lingkaran “trial and error” yang penuh dusta!


Oleh: Ram Kampas

    Choose :
  • OR
  • To comment
6 komentar:
Write komentar
  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Mantap..... Maju terus. Bukti ayat2 nya kuat banget. (Bukan ngebangain agama kristen) tapi ISA AL MASIH sy banggain. Gbu all

    BalasHapus
  3. Ga masuk akal..ini hanya bualan org2 kristen aja..yg sok tau

    BalasHapus
  4. Puasa itu sehat dan banyak manfaatnya cong,orang2 bule non muslim saja banyak yg berpuasa kok supaya organ tubuh beristirahat dan kmbali fit,jadi ajaran islam itu sehat dan terbukti,mikir...

    BalasHapus
  5. Gue/Kami=UmatISLAM. lu&lu=kristen/ kafirjimmi. Stop menghina agama Kami( ISLAM). Puas2in aja tuh lu&lu nyembah patung(identik sama berhala),patung sosok(oknum)yesus alias iskarius, yg mata kirinya kena tombaknya sendiri, yg bikin mata kirinya jdi pice..ha 6X. Udah lu&lu pd nyembah aja tuh ama oknum yesus si iskarius(yahuza),sampe mampus. Stop ngurusin agama Gue. Astaghfirulloh amiin(part1)

    BalasHapus
  6. Orang-orang kafir kristen dan yahudi, adalah binatang yang berwujud manusia. Terbukti, karena puasa itu, terutama puasa satu bulan penuh, di bulan Ramadhan, salah satu maknanya, adalah membedakan, antara manusia dan binatang
    1.Manusia Islam (muslim), berpuasa karena menjalankan perintah Tuhannya.
    2.Binatang tidak mengerti apa itu puasa
    seperti saudara-saudaranya, kafir-kafir
    KRISTEN dan YAHUDI (kafir Zimmi dan kafir Majussi).
    Golongan no:2 ini, sesuai sabda Nabi Muhammad.SAW: "Sesungguhnya dihari kiamat nanti, tidak ada pengadilan, bagi golongan orang-orang kafir, melainkan mereka langsung digiring, masuk ke NERAKA JAHANAM, yang kekal abadi didalamnya.(HR.Bukhori Muslim).
    Astaghfirullohal'azhiim.(part2).

    BalasHapus