Kisah pengalamanku mengenal Yesus Kristus
Kesaksian Heinrich Mueller dari Jerman
Kepada Tuhan kita Yesus Kristus saya sangat berterima kasih karena saya telah menerima KASIH anugerahNya yang amat besar dimana saya bisa datang kepadaNya dan hingga saat ini lewat Pengajaran Mempelai boleh mengikuti jejakNya. Saya berbahagia menyaksikan kisah pengalaman sebenarnya "bagaimana saya mengenal Tuhan"
Juni 1952 saya dilahirkan sebagai putera sulung (juga putera tunggal) dari keluarga yang tidak percaya Tuhan. Opa dan ayah saya selain pejabat-pejabat politikus, juga atheis, sedangkan ibu saya hanya kristen (Protestan) KTP saja. Orang tua saya mengunjungi gereja hanya pada hari waktu pernikahan mereka diteguhkan di gereja.
November 1956 lahir adik saya (perempuan). Berhubung premature birth, ia sakit berat, sehingga mulai sejak bayi sampai meninggal (usia 23 tahun) ia cacat (tubuh dan otak lumpuh dan tidak bisa bicara). Keadaan itu sangat membebankan orang tua saya, dengan jerih payah mereka membesarkan dan melayani adik saya. Beban tersebut. Membuat kepahitan hati mereka kepada Tuhan semakin besar dan selain itu juga menekan batin saya, sebab teman2 (semasa kanak-kanak) mengejek saya dan mentertawakan adik saya, sehingga sewaktu kecil saya kehilangan rasa harga diri dan merasa minder.
Pengalaman yang pahit itu adalah jamahan pertama dari Tuhan mengajarku untuk rendah hati. Waktu usia kira-kira 11 tahun saya sering bertanya pada diriku, untuk apa manusia ini diciptakan? Pertanyaan ini terus menyibukkan pikiranku, saya ingin tahu makna dari kehidupan. Semasa remaja saya mencari the truth (KEBENARAN) secara intensif dan mencoba menemukan jawabannya di Ideology of Socialism, sehingga dengan demikian saya (usia 16–20 tahun) terjun dibidang politik, bahkan aktif, ayah saya berkenan dan bangga dengan aktivitasi itu.
Tapi kemudian ketika melihat betapa kotornya politik itu (korupsi dan ambisi), maka saya tinggalkan aktivitasi politik dan usaha mencari Kebenaran di Psychology dan Psychoanalysis (usia 20–22 tahun). Saya membaca bermacam-macam buku serta mencoba self-analysis karena self-knowledge itu terus mengajukan pertanyaan pada diriku, siapa sebenarnya diriku ini dan apa arti kehidupan ? Saya tidak menemukan jawabannya, bahkan sebaliknya, para ilmu pengetahuan tersebut semakin mengacaukan jiwa dan rohku sehingga saya memperoleh depresi.
Berhubung semakin hari semakin depresif, maka saya mencoba mempelajari Mythology of Hinduism dan beberapa waktu kemudian mempratekkan transcendental meditation. Kemudian (mulai usia 23 tahun) juga mempelajari Zen-Buddhism, saya tertarik akan filosofi tersebut dan membaca para Canon dari Zen-Buddhism. Bagavagitha mendidik saya yoga dan banyak meditasi. Lewat ilmu filsafat tersebut (yang berasal dari
Juli 1976 saya berminat mengunjungi
Ketika saya mengunjungi
Tapi waktu pertama kali masuk gereja Lemah Putro (setelah bertahun-tahun tidak mengunjungi gereja berhubung kecewa dengan gereja-gereja di Jerman), saya merasa bahwa kebaktian tersebut amat berbeda dengan kebaktian-kebaktian yang saya alami/ikuti di gereja-gereja di Jerman. Terutama saya menjadi amat terkesan akan FIRMAN yang dikhotbahkan oleh Pastor In Juwono, alm. (diterjemahkan oleh Lanny). Pada hari minggu itu, selesainya Firman disampaikan, ada kesempatan untuk ber-damai satu dengan yang lain. Memandang "adegan perdamaian" itu (banyak yang menangis tersedu-sedu), saya merasa heran tetapi sekaligus terkesan dan kagum, karena damai itulah yang sebenarnya saya cari ber-tahun-tahun.
Selama 6 minggu di Surabaya saya mengikuti kebaktian-kebaktian dan membuat appointments dengan Pastor In Juwono dan dalam percakapan-percakapan itu (Pastor Harry Lumare sebagai penterjemah), saya berusaha mengemukakan pengetahuan-pengetahuan philosophy, tetapi herannya saya tidak menemukan argumen untuk bisa mengalahkan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Pastor In Ju-wono.
Kemudian saya juga utarakan ingin menikahi Lanny dan beliau menasehatkan agar kami berdoa apa itu kehendak Tuhan atau tidak. Agustus 1976 saya pulang Jerman dan rencana kembali ke Surabaya Oktober 1977 untuk menikah. Selama perpisahan itu calon isteri saya bergumul berdoa (Om Yo kemudian cerita bahwa beliau juga berdoa 3x spesial/ khusus untuk rencana pernikahan kami itu), sedangkan saya di Jerman tetap melanjutkan transcendental meditation tanpa setahu Lanny.
Oktober 1977 ketika tiba saatnya untuk ke
Kemudian saya mencari Alkitab saya (hadiah dari gereja Protestan untuk hari confirmation saya waktu usia 14 tahun) dan waktu spontan membukanya, saya menemu-
Tetapi waktu itu saya belum rela melepaskan transcendental meditation. Anehnya kalau saya melakukan meditasi, rasa sakit dan depresif kambuh, tapi bila saya membaca Alkitab dan berdoa, semuanya itu hilang. Kemudian saya sadar bahwa meditasi itu tidak bisa menghibur dan menyembuhkan saya. Tapi karena masih kepala batu, maka saya mencoba membuat compromise dengan Tuhan dan berdoa "Tuhan, kalau Pastor yang di
April 1978 saya ke
Kemudian Pastor In Juwono menunjukkan II Petrus 1 : 20-21 pada saya serta berkata "oleh sebab seluruh Alkitab dari Roh Suci, maka hanyalah hamba-hamba Tuhan yang memiliki Roh Suci dan dipenuhkan olehNya yang mampu menjelaskan ayat-ayat di Akitab yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sebab pembukaan Firman datang dari Roh Suci". Waktu saya membaca ayat itu serta mendengar keterangan tersebut, maka hati saya merasa puas. Oleh sebab semua pertanyaan saya dijawab oleh Tuhan lewat hambaNya Rev. Juwono, maka saya mengambil keputusan menepati janjiku pada Tuhan, yaitu mengiring Dia dan meninggalkan/melepaskan semua ilmu filsafat dan meditasi.
Selain itu Pastor Juwono menjelaskan arti Baptisan Air, yang membuat saya sadar bahwa baptisan air yang saya terima ketika saya masih bayi itu tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Tuhan memberikan saya pengertian bahwa "bersedia mengiring Dia" berarti bersedia dibaptis seperti Yesus dibaptis. Pastor Juwono tetapi menganjurkan agar saya jangan tergesa-gesa minta dibaptis melainkan terlebih dulu merenungkan arti baptisan air tersebut.
Dua minggu kemudian saya menerima baptisan air. Firman Tuhan pada hari pemberkatan nikah kami di
Kata-kata itu sangat menusuk hatiku dan tertanam di hati saya dan benar-benar menjadi pertolongan untuk kehidupan nikah kami, sebab pada tahun-tahun pertama kehidupan nikah kami sering terjadi kesalahpahaman bahkan pertengkaran yang disebabkan karena perbedaan kebudayaan dan mental. Tetapi nasehat-nasehat Tuhan lewat Pastor Juwono selalu terngiang di telinga-hati kami, sehingga bila kesalahpahaman dan pertengkaran terjadi, Firman Tuhan di Efesus 5 menyadarkan posisi kami masing-masing dihadapan Tuhan.
Mei 1981 kami mengunjungi Bride Tidings International yang diselenggarakan di
Tujuh tahun kemudian, Oktober 1988 kami diundang oleh Pastor Juwono untuk menghadiri BTFI di Surabaya (adalah pertemuan kami terakhir kalinya dengan Pastor In Juwono). Saya masih ingat betul tema yang disampaikan adalah Wahyu 3 : 14 – 22. Firman Tuhan amat menusuk hatiku, sebab keadaan sidang Laodikia itu tepat mengena “situasi ke rohanian kami” di Jerman, yaitu suam. Tuhan menganjurkan pada saya untuk membeli emas yang telah dimurnikan dalam api.
Nasehat ini terus terngiang di telinga-hatiku. Tujuh tahun kemudian, Juni 1995 ketika kami sekeluarga mengunjungi Surabaya lagi (adalah pertama kalinya kami bertemu dan berkenalan dengan Pastor Pong Dongalemba secara pribadi) saya menerima kepenuhan Roh Kudus, saya memperoleh emas yang Tuhan anjurkan! Sejak itu terjadi revolusi rohani besar dalam hidupku, saya menjadi ciptaan baru, Kasih Kristus mengubahkan sifat tabiatku, perasaanku, yah seluruh kepribadianku... Bila saya membaca Akitab atau mendengar khotbah, maka Tuhan lewat FirmanNya berbicara padaku sehingga saya mampu mengerti KehendakNya.
Dengan rasa syukur saya bisa menyaksikan betapa agung kasih Kristus lewat Pengajaran Mempelai. Setiapkali kami mendengar/menerima Firman, nikah kami semakin disucikan dan lebih disatukan. Kasih saya terhadap isteri saya semakin besar, sebab saya alami dan rasakan Kasih Kristus sebagai Mempelai pria begitu besar terhadap sidang mempelai-Nya. Dan kami sangat berterima kasih pada Tuhan bila kami sampai hari ini tetap di bawah penggembalaan Firman Mempelai. Kami berdoa suatu waktu menjadi satu tubuh dengan Tuhan kita Yesus Kristus. Haleluyah!
Tidak ada komentar:
Write komentar