ENGLISH       INDONESIA

Tampilkan postingan dengan label Doa Kerahiman Ilahi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Doa Kerahiman Ilahi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 April 2013

Doa Kerahiman Ilahi (Jam 3 Petang) - Indonesian

 

Ya Yesus, Engkau telah wafat. Namun sumber kehidupan telah memancar bagi jiwa-jiwa dan terbukalah Lautan Kerahiman bagi segenap dunia.

Oh, Sumber kehidupan, Kerahiman Ilahi yang tak terselami, Naungilah segenap dunia dan Curahkanlah diriMu pada kami.

Darah dan air, yang telah memancar dari Hati Yesus sebagai sumber Kerahiman bagi kami, kami percaya kepada-Mu... (3x)

Yesus, Raja Kerahiman Ilahi, kami berserah pada-Mu. Amin



Patut diperhatikan bahwa ada tiga syarat supaya doa pada jam itu dikabulkan:
  1. Doa itu harus ditujukan kepada Yesus.
  2. Doa itu harus didoakan pada jam tiga sore.
  3. Doa itu harus diucapkan dengan perantaraan hakikat jasa Sengsara Yesus.




SERUAN KEPADA KERAHIMAN ILAHI

Setiap seruan dimulai dengan:
`Bapa yang kekal,
kupersembahkan kepada-Mu
Tubuh dan Darah
Jiwa dan Ke-Allah-an
PutraMu yang terkasih,
Tuhan kami Yesus Kristus,
sebagai pemulihan dosa-dosa kami
dan dosa seluruh dunia.'


`Allah yang Kudus,

Kudus dan berkuasa,

Kudus dan kekal,

kasihanilah kami
dan seluruh dunia' 
(diserukan tiga kali)





Dalam penampakan-Nya kepada St Faustina pada bulan Oktober 1937, Tuhan kita menghendaki suatu doa dan meditasi khusus akan Sengsara-Nya setiap jam tiga siang, jam di mana Ia wafat di salib.

Dua sinar pada gambar tersebut melambangkan darah dan air. Sinar yang merah melambangkan darah yang memberi hidup bagi jiwa-jiwa dan sinar yang pucat melambangkan air yang menguduskan jiwa-jiwa. Dua sinar itu keluar dari kerahiman Yesus ketika hati-Nya ditusuk dengan tombak saat disalib.


�Pada jam tiga, mohonlah belas kasih-Ku, teristimewa bagi para pendosa; dan, meski hanya sesaat saja, benamkanlah dirimu dalam Sengsara-Ku, teristimewa ketika Aku ditinggalkan seorang diri saat meregang nyawa. Inilah jam kerahiman agung�. Pada jam ini Aku tak akan menolak jiwa yang memohon pada-Ku demi Sengsara-Ku (1320).�



�Begitu engkau mendengar jam berdentang pada pukul tiga, benamkanlah dirimu sepenuhnya ke dalam kerahiman-Ku, sembari sujud menyembah dan memuliakannya; mohonlah kemahakuasaan-Nya bagi seluruh dunia, teristimewa bagi orang-orang berdosa yang malang; sebab saat itu belas kasih dibuka lebar bagi setiap jiwa. Pada jam ini engkau dapat memperoleh apa saja yang engkau minta bagi dirimu sendiri dan bagi orang-orang lain; inilah jam kerahiman bagi seluruh dunia - belas kasih menang atas keadilan�.�


�Berdoalah Jalan Salib pada jam ini, sejauh hal itu mungkin; jika engkau tak dapat melakukan Jalan Salib, maka setidaknya mampirlah sebentar ke dalam kapel dan bersembah sujudlah di hadapan Sakramen Mahakudus, Hati-Ku yang berlimpah belas kasih; dan jika engkau tak dapat mampir ke kapel, walau hanya sesaat saja benamkanlah dirimu dalam doa di mana pun engkau berada saat itu (1572).�


Dalam Kej 18:16-32, Abraham mohon kepada Allah untuk meringankan persyaratan yang diperlukan agar Allah berbelas kasih kepada penduduk Sodom dan Gomora. Di sini, Kristus Sendiri menawarkan untuk meringankan persyaratan yang diperlukan karena berbagai tuntutan tugas kewajiban kita, dan Ia `mohon' kepada kita agar kita memohon, dengan cara yang paling sederhana sekalipun, belas kasih-Nya, agar Ia dapat mencurahkan belas kasih-Nya atas kita semua.


Mungkin kita tak dapat berdoa Jalan Salib atau bersembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus, tetapi kita semua dapat secara rohani berhenti sejenak, merenungkan Yesus yang sama sekali ditinggalkan seorang diri saat Ia meregang nyawa, dan mendaraskan suatu doa singkat seperti �Yesus, kasihanilah,� atau �Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia.�


Renungan akan Sengsara Yesus ini, walau singkat, menghantar kita berhadapan muka dengan muka dengan Salib, dan seperti ditulis Paus Yohanes Paulus II dalam Dives In Misericordia, �Di atas Salib-lah perwujudan cinta yang berbelas kasih mencapai puncaknya.� Tuhan mengundang kita, lanjut Bapa Suci, �untuk `berbelas kasih' pada Putra TunggalNya, Dia yang tersalib.� Dengan demikian, renungan kita akan Sengsara hendaknya menghantar kita pada suatu bentuk kasih yang �bukan hanya merupakan tindakan solidaritas terhadap Putra Manusia yang menderita, melainkan juga semacam tindakan `belas kasih' yang ditunjukkan oleh masing-masing kita kepada Putra Bapa yang Kekal.�